Lahan sudah diambil alih namun ganti rugi lahan belum juga dibayar atau diselesaikan oleh pihak JakPro. Kasus bermula saat H. Umar dkk sebagai pemilik tanah mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Jakarta Pusat. Hal ini lantaran Jakpro tak kunjung melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 244/Pdt/G/1999/PN.JKT.UT tanggal 28 Februari 2000 yang menghukum Jakpro selaku penggugat memberikan ganti rugi terhadap tanah sengketa kepada Umar dkk selaku tergugat.
Bahkan, putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 2606 K / Pdt / 2001 tanggal 22 Desember 2004. Ganti rugi dinilai wajib karena H. Umar dkk telah menyerahkan tanah seluas ± 5.000 meter persegi kepada Jakpro.
"PT Jakpro dihukum untuk membayar ganti rugi dan itu sudah sampai ke tingkat banding, kasasi, PK. Putusannya sama, besaran ganti rugi berdasarkan Keppres nomor 55 tahun 1993. Tapi itu tidak dilaksanakan oleh Jakpro," kata kuasa hukum Umar dkk, Pelibertus Jehan.
"Karena tidak dijalankan, tahun 2013 tanah itu diambil sehingga sekarang tanah itu dikuasai oleh Jakpro, dijadikan taman Waduk Pluit, tapi sekarang tidak ada ganti rugi," sambun Pelibertus.
Pelibertus menjelaskan, perkara kliennya dengan PT Jakpro berawal pada tahun 1999 lalu. Saat itu, kata Pelibertus, PT Jakpro yang bernama PT Pembangunan Pluit Jaya, menggugat Umar serta dua orang lainnya, Ibrahim dan Ismail, untuk menyerahkan lahan seluas 5 ribu meter persegi tersebut.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara lantas pada Februadi 2000 silam memutuskan H. Umar dkk harus menyerahkan lahan tersebut kepada PT Pembangunan Pluit Jaya untuk dikelola dan dikembangkan.
Namun, PT Pembangunan Pluit Jaya harus memberi ganti rugi kepada H. Umar dkk sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993.
Namun, setelah adanya putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung tahun 2007, H. Umar dkk belum juga mendapat ganti ruginya. Sampai kapan JakPro akan diam saja seperti ini, sedangkan lahan sudah dikuasai sepenuhnya oleh pihak mereka.